BOMBANA, URBANTALK.ID – Dalam kurun sebulan terakhir, Pemerintah Kabupaten Bombana kembali menjadi sorotan publik. Setelah sebelumnya menuai kritik terkait penolakan motif Rapa Dara oleh Aliansi Masyarakat Moronene, kini giliran ratusan pegawai kontrak yang tergabung dalam Aliansi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Bersatu mendatangi Kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Bombana, Kamis (23/10/2025) pagi.
Ratusan pegawai dari berbagai instansi itu menuntut kejelasan status mereka sebagai pegawai PPPK Paruh Waktu. Tuntutan yang mereka sampaikan pun bukan main-main. Mereka meminta BKPSDM Bombana segera menetapkan Nomor Induk Pegawai (NIP) dan melakukan pelantikan sesuai dengan Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025.
Salah satu peserta aksi, seorang pegawai perempuan, dengan lantang menyuarakan kekecewaannya. Ia mengaku siap menerima risiko gagal menjadi PPPK Paruh Waktu jika memang tidak memenuhi ketentuan Badan Kepegawaian Negara (BKN), namun menuntut adanya keterbukaan data.
“Kami minta ditampilkan daftar nama-namanya, biar jelas. Supaya tidak ada lagi data siluman yang mengecewakan kami,” tegasnya.

Menanggapi hal itu, Kepala BKPSDM Bombana, Deddy Fan Alva Slamet, menjelaskan bahwa seluruh berkas PPPK Paruh Waktu telah diusulkan dan sedang menunggu hasil verifikasi dari Kementerian PANRB.
“Penetapan NIP yang lewat 1 Oktober 2025 itu memang belum ada. Semua berkas sudah kami usung sesuai jadwal, tinggal menunggu hasil usulan dari satu aplikasi nasional yang digunakan bersama 110 kabupaten/kota,” ungkap Deddy
Ia menuturkan, proses di tingkat pusat sempat terkendala lantaran aplikasi penetapan NIP awalnya belum bisa digunakan setelah 1 Oktober. Namun, kini sistem tersebut sudah bisa diakses kembali, meski regulasi pelaksanaannya di daerah belum diterbitkan secara resmi.
“Sekarang sebenarnya sudah bisa di aplikasi, artinya tinggal sedikit lagi. Tapi secara regulasi, kami belum bisa melangkah karena aturan barunya belum keluar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Deddy membeberkan data jumlah calon PPPK Paruh Waktu yang telah diusulkan. Tercatat sekitar 900an orang lebih untuk kategori prioritas (R2 dan R3) telah diusulkan ke pusat, sementara kategori nonprioritas yang sebelumnya berjumlah 1.800 orang kini tersisa sekitar 1.500 orang setelah proses verifikasi.
Meski demikian, ia mengakui bahwa salah satu kendala utama pengangkatan kategori nonprioritas terletak pada keterbatasan anggaran daerah.
“Masalahnya ada di pendanaan. Belanja pegawai kita sudah mencapai 39,4 persen, padahal sesuai UU Nomor 01 Tahun 2020 batas maksimalnya hanya 30 persen. Artinya, Bombana kelebihan belanja pegawai 9,4 persen,” terang Dedi.
Dalam dialognya bersama massa aksi, Deddy juga menjelaskan bahwa pengangkatan PPPK Paruh Waktu mengacu pada dua kategori besar : prioritas dan nonprioritas. Untuk kategori prioritas, pegawai bisa tidak diangkat jika meninggal dunia atau tidak aktif melaksanakan tugas. Sementara kategori nonprioritas dapat tidak diangkat apabila tidak aktif, meninggal dunia, tidak tersedia formasi, atau tidak ada anggaran.
Aksi yang sempat chaos namun dapat segera dapat dikendalikan oleh korlap massa aksi dan pihak keamanan itu kemudian berakhir dengan komitmen BKPSDM Bombana untuk menyampaikan hasil perkembangan resmi kepada para pegawai begitu regulasi dan sistem di tingkat pusat telah sinkron.
Meski begitu, desakan agar pemerintah daerah lebih terbuka dalam proses administrasi kepegawaian tetap menggema di halaman kantor BKPSDM. Aspirasi yang disuarakan pagi hingga sore hari itu menjadi potret nyata betapa pentingnya transparansi dan kejelasan informasi dalam menjaga kepercayaan publik terhadap birokrasi daerah. ( Adv )







